SinarPost.com, Banda Aceh – Peserta aksi mogok makan di Gedung DPR Aceh yang menuntut implementasi MoU Helsinki seutuhnya terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena kondisi kesehatannya yang memburuk.
Kasubbag Humas DPR Aceh, Mawardi Adami saat dikonfirmasi wartawan mengatakan, mereka dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUDZA) menggunakan mobil dinas DPR Aceh.
“Sudah dibawa ke Rumah Sakit Zainal Abidin. Dibawa dengan mobil dinas DPRA, ada pengawalan dari pihak polisi. Mereka sudah mulai sakit, badannya sudah lemas karena tidak makan-makan,” kata Mawardi, Rabu (2/12/2020).
Sekedar diketahui, peserta mogok makan tersebut adalah sekelompok pemuda (tiga orang) dengan menamakan diri Aneuk Muda Menggugat. Mereka melakukan aksi mogok makan didepan pintu gerbang DPRA sejak Senin (30/11/2020) lalu, dengan menuntut implementasi MoU Helsinki seutuhnya seperti yang telah disepakati antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah RI tahun 2005 silam di Helsinki, Filandia.
Koordinator aksi Ikhsan Kelda mengatakan, aksi mogok makan ini dilakukan untuk menyikapi Refleksi 15 tahun Perjanjian Damai MoU Helsinky. “Aksi mogok makan ini akan kami lakukan sampai usulan yang kami sampaikan kepada anggota DPRA dipenuhi, dan apabila belum terpenuhi, makan aksi ini akan berlanjut kembali,” tutur Ikhsan Kelda, Senin (30/11/2020) lalu.
Dalam menyikapi kondisi dan situasi perjanjian damai Aceh, dia menilai masih banyak permasalahan-permasalahan mendasar yang belum selesai dan mestinya mendapat perhatian yang serius dari para pihak untuk menuntaskan segala sesuatu yang menyangkut masa depan Aceh.
“Jadi kami menuntut dan berharap keinginan yang kami sampaikan dipenuhi oleh pihak DPRA, Pemerintah Aceh, dan pihak Pemerintah RI. Mereka harus menepati janji dan menyelesaikan poin-poin MoU Helsinki dan menuntut agar pimpinan GAM tidak abai akan situasi bangsa yang semakin lama, semakin jauh dari kesepakatan MoU Helsinki,” desaknya.
Dia juga mendesak DPRA dan Pemerintah Aceh untuk memenuhi hak warga Aceh korban konflik dimana saat ini masih banyak yang terabaikan. “Kemudian masalah pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, penggunaan simbol seperti bendera yang masih dikekang oleh Pemerintah Pusat, serta masih banyak poin-poin lain dari MoU Helsinki yang belum berjalan,” pungkasnya.