SinarPost.com, Banda Aceh – Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Menuju Pilkada Aceh Serentak’, di Hotel Grand Arabia, Banda Aceh, Rabu (18/11/2020).
FGD menghadirkan sejumlah narasumber, yaitu; Muhammad Yunus (anggota DPRA), Syakir (Perwakilan Pemerintah Aceh), Mawardi Ismail (Pakar Hukum Unsyiah), Ernita Dewi (Dekan FISIP UIN Ar-Raniry), Yarmen Dinamika (Wartawan Senior Serambi Indonesia), Zainal Abidin (mantan Komisioener KIP Aceh), Ridwan Hadi (Direktur JADI Aceh), Fajran Zain (Direktur Aceh Institute), Sudirman Hasan (Direktur Forum LSM), dan Raihal Fajri (Direktur Kata Hari Institute).
Acara dimoderatori oleh Wakil Ketua KIP Aceh, Tharmizi. FGD juga dihadiri oleh Ketua KIP Aceh, Syamsul Bahri, dan seluruh komisioner KIP Aceh lainnya; Muhammad, Munawarsyah, Agusni, Akmal Abzal dan Ranisah.
Tharmizi saat membuka diskusi mengatakan Provinsi Aceh memiliki kekhususan sebagaimana diakui oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada Pasal 18B ayat (1) yang menyebutkan; “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”.
Kekhususan Aceh ini kemudian diimplementasikan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), dimana dalam kaitannya dengan pelaksanaan Pilkada dalam Undang-Undang tersebut disebutkan pada Pasal 65 ayat (1), yaitu; ”Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil.”
“Jika merujuk kepada UUPA, maka pelaksaan Pilkada serentak di Aceh akan berlangsung pada 2022 mendatang,” katanya.
Di sisi lain, secara nasional, terdapat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang mengatur tentang pelaksanaan Pilkada serentak di seluruh Indonesia pada 2024 mendatang. Dalam undang-undang tersebut disampaikan bahwa bagi daerah dengan masa jabatan kepala daerah yang habis pada 2022 dan 2023, akan dilakukan pilkada serentak pada 2024.
Kata Tharmizi, atas dasar itulah pihaknya menggelar FGD, untuk memenuhi prinsip berkepastian hukum. “KIP Aceh sebagai penyelenggara pemilihan di Aceh harus profesional dan proporsional untuk melihat pandangan baik dari eksekutif dan legislatif di tingkat Provinsi Aceh serta berbagai unsur dan kalangan yang dirasa patut untuk memberikan masukan mengenai pelaksanaan Pilkada Aceh serentak nantinya,” katanya.
Ketua KIP Aceh, Syamsul Bahri, mengatakan awalnya KPU Pusat sesuai Renstra KPU, memasukkan Pilkada Aceh pada tahun 2024. Pihak KIP Aceh sempat memperdebatkan hal itu dalam beberapa pertemuan dengan KPU Pusat, meminta agar KPU memperhatikan kekhususan Aceh. “Sehingga saat ini, KPU memasukkan Pilkada serentak di Aceh pada 2022,” katanya.
KPU, lanjut Syamsul Bahri, juga meminta KIP Aceh untuk membangun kesepakatan dengan Pemerintah Aceh, DPRA, agar kemudian membangun koordinasi dengan Mendagri, sehingga KPU Pusat nantinya dapat menjalankan berbagai kebijakan tersebut.
Menanggapi tumpang tindih pelaksanaan Pilkada Aceh tersebut, Pakar Hukum Unsyiah Mawardi Ismail memberikan pandangannya bahwa penentuan Pilkada lebih berpijak dan ditentukan oleh kebijakan. UUPA tidak menetapkan waktu yang pasti dan hanya menggunakan patokan lama jabatan sehingga bisa menjadi sumber hukum untuk pelaksanaan Pilkada Aceh 2022.
“Sedangkan tujuan Pilkada serentak (Indonesia) untuk menyesuaikan jabatan gubernur seluruh Indonesia termasuk Aceh,” katanya.
Menurutnya, jika pemerintah sudah setuju Pilkada Aceh serentak 2022, maka KIP Aceh tinggal melaksanakan keputusan pemerintah. “Dasar hukum akan tetap ada untuk melaksanakan Pilkada Aceh 2022,” katanya.
Perwakilan Pemerintah Aceh, Syakir, mengatakan secara umum Pemerintah Aceh sangat mendukung keputusan terkait Pilkada serentak dan tunduk pada apapun keputusan pemerintah. “Pemerintah Aceh juga telah menyurati pusat terkait Pilkada Aceh serentak 2022, pada Juni lalu,” katanya.
“Posisi Pemerintah Aceh mengikuti apapun keputusan, kalau Pilkada (2022) jalan, maka menjadi kewajiban untuk menganggarkan dana pelaksanaannya,” jelas Syakir.
Ketua Komisi I DPRA, Tgk Muhammad Yunus, mengatakan sepakat Pilkada Aceh digelar serentak pada 2022, sesuai dengan acuan pada UUPA. “Kita punya UU khusus yang tegas mengatur tentang Pilkada, silakan dijalankan dan kami mendukung penuh,” katanya.
Yunus mengatakan, beberapa waktu lalu saat Pelantikan Nova Iriansyah sebagai Gubernur Aceh, Mendagri Tito Karnavian sempat menggelar pertemuan dengan DPRA. Saat itu, Tito mengharapkan Aceh dapat melaksanakan Pilkada Serentak pada 2024, bersamaan dengan nasional. “Tapi kalau mau (Pilkada) 2022, tidak masalah,” kata Tito, seperti ditirukan Yunus.
Ketua JADI Aceh, Ridwan Hadi menyebutkan tak ada perdebatan untuk melaksanakan Pilkada Serentak Aceh 2022. “UUPA jelas mengatakan Pilkada Aceh digelar 5 tahun sekali, dan seharusnya Aceh menggelar pemilihan pada 15 Februari 2022. Sekarang, silakan KIP Aceh membuat berbagai persiapan sesuai jadwal dan tahapan,” sarannya.
Menyambung Ridwan, Direktur Aceh Institute, Fajran Zain, mengatakan sudah jelas Pilkada serentak dapat dilaksanakan di Aceh pada 2022, karena punya dasar hukum jelas. “Ini momentum kita, nyatakan bahwa kita patuh dengan kekhususan Aceh, patuh pada UUPA,” katanya.
Menurut Fajran, sekarang KIP Aceh penting Menyusun tahapan, dan DPRA dapat memulai mendukung pelaksanaan Pilkada Aceh 2022 dengan merevisi beberapa materi qanun tentangnya. “Gunakan keistimewaan (sesuai UUPA), kalau bukan kita yang menjaga, orang lain tak mau menjaganya,” tegasnya.
Sejumlah narasumber lainnya dalam FGD memberikan pandangan serupa, bahwa Aceh dapat menggelar Pilkada serentak pada 2022 sesuai dengan kekhususan yang terkandung dalam UUPA.