SinarPost.com, Idi – Komisioner KIP dan Ketua Panwaslih Aceh Timur diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI terkait kasus perubahan hasil pleno rekapitulasi penghitungan suara pada Pileg 2019 lalu.
Pihak yang dirugikan adalah Caleg DPRK dari Partai PDA di Dapil 2 (Peureulak, Rantau Peureulak, Peureulak Barat, Peureulak Timur dan Sungai Raya) atas nama Sulaiman.
Kuasa Hukum Pengadu, Auzir Fahlevi SH dalam keterangannya kepada SinarPost.com, Sabtu (14/11/2020) mengatakan, aduan tersebut sudah teregistrasi atau diverifikasi di DKPP pada tanggal 9 November 2020 dengan Nomor Perkara 138-PKE-DKPP/XI/2020.
Adapun Komisioner KIP Aceh Timur yang diadukan terdiri dari Zainal Abidin, Nurmi, Eni Eliyana, Sofyan dan Faisal yang masing-masing sebagai Teradu I sampai V. Sedangkan Ketua Panwaslih Aceh Timur Maimun sebagai Teradu VI.
Kuasa Hukum Pengadu, Auzir Fahlevi SH menyampaikan bahwa pengaduan ke DKPP tersebut adalah hak konstitusional Caleg PDA Sulaiman karena telah dicurangi oleh KIP Aceh Timur atas dugaan manipulasi perolehan suara melalui perubahan suara pada Sertifikat DB 1 DPRK berdasarkan hasil pleno pada tanggal 4 Mei 2019 di Komplek Pendopo Idi.
Tidak hanya itu saja, KIP Aceh Timur, kata Auzir, juga diduga telah menambah jumlah pemilih dalam DPT dan pengguna hak pilih dalam formulir DB 1-DPRK Aceh Timur termasuk mengutak-atik perolehan suara pada DA1-DPRK Kecamatan Peureulak Barat.
“Akibatnya, Caleg PDA Sulaiman berdasarkan hasil pleno yang dilakukan KIP Aceh Timur pada tanggal 4 Mei 2019 itu mendapatkan jatah kursi terakhir atau ke 11 Dapil 2 DPRK dengan perolehan suara sah partai dan Caleg PDA sebanyak 2.604 suara. Kemudian terjadi perubahan pada DB1-DPRK versi lainnya yang diketahui dan diterima oleh Pengadu pada tanggal 17 Mei 2019 melalui KIP Aceh Timur,” jelasnya.
Dari perubahan DB1-DPRK tersebut, lanjut Auzir, menempatkan posisi kursi terakhir atau ke 11 itu diraih oleh Partai Aceh dengan Caleg atas nama Muhammad berdasarkan sistem penghitungan sainte lague murni pembagian 9 dari total suara PA setelah diubah menjadi 23.720 suara.
“Sebelumnya, suara sah PA dan Caleg-nya total sebanyak 23.420 suara, nah jika dibagi pembagian 9 maka perolehan suara terakhir PA adalah 2.602 suara sedangkan total suara PDA dan Caleg-nya adalah 2.604 suara sehingga jatah kursi terakhir atau kursi ke 11 itu otomatis menjadi milik Caleg PDA atas nama Sulaiman,” terang Auzir.
Ditambahkannya, dalam pokok aduan ke DKPP berdasarkan sejumlah alat bukti dan saksi diperoleh fakta adanya dugaan manipulasi/penggelembungan sebanyak 300 suara. Bahkan, kata Auzir, ada pengakuan dari salah satu Komisioner KIP Aceh Timur bahwa perubahan itu terpaksa dilakukan atas intervensi orang nomor 2 di Aceh Timur yang ketika itu masih menjabat sebagai Ketua DPW PA Aceh Timur.
Ironisnya, lajut Auzir lagi, Ketua Panwaslih Aceh Timur Maimun pada tanggal 2 Juli 2019 turut mengirimkan surat undangan klarifikasi kepada Ketua PDA Aceh Timur tapi kemudian tidak ada informasi lanjutan mengenai perihal klarifikasi dimaksud sehingga fungsi dan perannya selaku Top Leader Panwaslih Aceh Timur berlawanan dengan Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu.
“Karena itu aduan yang kami sampaikan ke DKPP adalah menyangkut persoalan perilaku atau kode etik sebagaimana ketentuan Peraturan DKPP RI Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Aduan ini tidak akan mengubah peta atau komposisi perolehan kursi DPRK Aceh Timur karena aduan DKPP itu konteksnya terkait pada etik/perilaku Penyelenggara Pemilu yang tidak dibatasi limit waktu aduannya, beda halnya dengan sistem gugatan di MK yang berlaku secara limitatif waktunya,” jelas praktisi hukum Aceh itu.
“Sebagai Kuasa Hukum tentu saja memiliki harapan agar pokok aduan dan tuntutan kami dikabulkan oleh DKPP RI karena aduan itu kami ajukan juga atas dasar spirit keyakinan kepada lembaga DKPP RI untuk membersihkan oknum-oknum Penyelenggara Pemilu yang tidak memiliki integritas, independensi dan kredibilitas sesuai Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu sehingga kedepan pelaksanaan agenda Pilkada maupun Pileg berjalan secara Prosedural dan Demokratis,” demikian pungkas Auzir Fahlevi.