SinarPost.com, Baku – Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pada Selasa (13/10/2020) bahwa pasukan Armenia terus melakukan serangan dalam upaya merebut kembali posisinya yang hilang setelah terlibat perang hampir dua minggu dengan pasukan Azerbqijan di Nagorno-Karabakh.
Menurut pernyataan itu, saat menangkis serangan, tentara Azerbaijan menghancurkan tiga sistem roket peluncuran ganda (MLRS) tipe Grad, satu sistem senjata anti-pesawat self-propelled ZSU-23-4, dua kendaraan tempur infanteri BMP-2 (IFV), tiga howitzer Giatsint B, satu howitzer tipe D-20, tiga UAV dan beberapa kendaraan pengangkut personel milik angkatan bersenjata Armenia.
Pasukan Azerbaijan dilaporkan juga berhasil melumpuhkan banyak tentara Armenia. “Selain pasukan reguler dari resimen tentara Armenia yang berbeda, sukarelawan dari Armenia berpartisipasi dalam serangan malam yang dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil, tetapi mereka menderita kerugian besar dan material,” ungkap pernyataan itu.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan menambahkan bahwa pasukannya bertindak sesuai dengan gencatan senjata dan tidak secara aktif melakukan aktivitas perang apa pun.
Dalam pernyataan terpisah, kementerian itu juga menyatakan bahwa pasukan Armenia menembaki daerah pemukiman di Provinsi Aghjabadi, Agdam, Terter dan Goranboy, Azerbaijan.
Setelah pertemuan di Moskow pada 10 Oktober, Azerbaijan dan Armenia menyetujui gencatan senjata kemanusiaan sehingga pihak yang bertikai bisa mengambil jenazah yang tersisa di medan perang Nagorno-Karabakh dan mengadakan pertukaran tahanan.
Hubungan antara dua negara pecahan republik Uni Soviet itu tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, juga dikenal sebagai Upper Karabakh, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional.
Bentrokan perbatasan pecah pada 27 September, ketika pasukan Armenia menargetkan pemukiman sipil Azerbaijan dan posisi militer, yang menimbulkan banyak korban.
Empat Dewan Keamanan PBB dan dua resolusi Majelis Umum PBB serta banyak organisasi internasional menuntut penarikan pasukan pendudukan dari wilayah tersebut.
OSCE Minsk Group – diketuai bersama oleh Prancis, Rusia dan AS – dibentuk pada 1992 untuk menemukan solusi damai bagi konflik tersebut, tetapi tidak berhasil.
Sumber : Anadolu Agency