SinarPost.com, Washington – Retorika permusuhan Amerika Serikat (AS) terhadap Iran terus berlanjut. Terbaru, AS menuduh Iran bersekongkol dengan Korea Utara (Korut) dalam pengembangan rudal balistik jarak jauh, serta akan memiliki bom nuklir akhir tahun ini.
Tudingan tersebut dilontarkan seorang pejabat senior AS dalam bentuk anonim kepada Reuters, Minggu (20/9/2020), yang mengutip “totalitas” data yang tersedia di AS, termasuk dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Namun ia tidak memberikan bukti atau rincian lain atas tuduhannya itu.
“Iran dan Korea Utara telah melanjutkan kerja sama dalam proyek rudal jarak jauh, termasuk pemindahan bagian penting. Iran dengan jelas melakukan segalanya untuk kembali ke bisnis persenjataan,” ujar dia.
Sebagai respons, Administrasi Trump akan memberlakukan sanksi baru pada hari Senin (21/9/2020) yang menargetkan lebih dari 20 individu dan entitas yang terlibat dalam program senjata konvensional, rudal dan nuklir Iran tersebut.
Dia menambahkan bahwa perintah eksekutif Presiden Trump yang dijadwalkan pada hari Senin juga akan memungkinkan Washington untuk menggunakan sanksi sekunder terhadap mereka yang membeli atau menjual senjata ke Iran.
Sebelumnya Menlu AS, Mike Pompeo mengumumkan secara sepihak bahwa deretan sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Iran yang sempat dikurangi dibawa perjanjian nuklir Iran 2015, kembali berlaku. Klaim AS tersebut telah melangkahi Dewan Keamanan PBB yang sebelumnya menolak proposal AS untuk mengaktifkan kembali semua sanksi Iran.
Pompeo, dengan membawa nama PBB menjatuhkan kembali sanksi terhadap Iran yang sempat dicabut pasca perjanjian nuklir 2015 lalu antara Iran dan lima negara tetap DK PBB, Rusia, China, AS, Inggris, dan Prancis, plus Jerman.
Namun AS dibawah administrasi Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir Iran pada tahun 2018. AS pun mengklaim sanksi PBB terhadap Iran sudah berlaku sejak Sabtu (19/9/2020) malam waktu AS.
Pompeo juga menegaskan, embargo senjata terhadap Iran yang akan berakhir pada Oktober mendatang, juga diperpanjang tanpa batas waktu. AS menegaskan setiap negara yang melakukan aktivitas dengan program nuklir dan rudal balistik, serta impor senjata terhadap Iran akan dikenakan sanksi.
Pemerintah AS juga berjanji akan menindak setiap negara anggota PBB yang tidak mematuhi sanksi terhadap Iran. Mereka yang melanggar akan diputus aksesnya ke sistem dan pasar keuangan AS.
Pemerintah Iran merespon klaim AS tersebut, dengan menyebut sanksi Amerika Serikat (AS) tidak mungkin mencegah negara-negara lain menjual senjata ke Iran, setelah embargo PBB berakhir pada 18 Oktober mendatang.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif. “Setelah embargo dicabut, kita bisa memenuhi kebutuhan kita dengan bantuan negara-negara yang memiliki hubungan strategis dengan kita, misalnya Rusia dan China,” kata Zarif sebagaimana dikutipSputnik, Minggu (20/9/2020).
“Kita bisa menyediakan sendiri, kita bahkan bisa mengekspor senjata. Namun, bila perlu, kita bisa membeli dari negara-negara tersebut. Saya ragu sanksi sekunder AS akan menjadi penghalang bagi mereka (negara anggota PBB-red),” pungkas Zarif.