SinarPost.com, Jakarta – Juru Bicara PKS Muhammad Kholid menyebut demokrasi di Indonesia pada era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini sedang putar balik ke belakang menuju Otoritarianisme.
Demikian diungkapkan Kholid dalam acara PKS Muda Talks dengan tema “Setelah 75 Tahun Merdeka: Bagaimana Indonesia Hari Ini?”, yang digelar Rabu (26/08/2020) kemarin, sebagaimana dilansir laman resmi PKS.
Sekedar diketahui, otoritarianisme adalah bentuk pemerintahan yang ditandai oleh kekuatan pusat yang kuat dan kebebasan politik yang terbatas. Otoriterianisme digunakan untuk menggambarkan cara memerintah yang menghargai kendali negara dan pemimpin di atas kebebasan pribadi dan hak asasi manusia.
Kholid melihat demokrasi Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga hari ini memiliki beragam corak dan kekhasan. Ia menyebut pada masa Soeharto pembangunan lebih dipentingkan dibandingkan demokrasi. Usai reformasi, terjadi ledakan keinginan untuk menjalani kebebasan dalam bingkai demokrasi.
“Tapi di era Jokowi ada analisis dari seorang Indonesianis asal Australia yang menyebut demokrasi saat initurn around, putar balik. Putar balik kepada otoritarianisme. Meski tidak eksplisit tapi tanda-tanda itu sudah muncul,” terang Kholid.
Pada era pandemi, Kholid melihat justru pemerintah sedang melakukan justifikasi untuk melepaskan nilai-nilai dasar dari demokrasi. “Misalnya lewat Perppu Corona, judulnya untuk Corona tapi di dalamnya digolkan Omnibus untuk perpajakan kemudian memangkas kewenangan legislasi, bahkan untuk APBN-P tidak perlu UU cukup dengan Perpress,” ujar dia.
Kholid menyebut PKS berdiri sendiri menolak Perppu Covid yang kemudian disahkan menjadi UU oleh DPR. Ia menyebut DPR seolah menyerahkan brangkas fiskal negara diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah.
Ia menyebut gejala lain melalui draf RUU Omnibus Law yang melakukan sentralisasi dengan banyak mencabut kewenangan daerah. “Diulas di media-media luar bahwa RUU Omnibus Law adalah legitimasi step by step untuk menjadi rezim yang otoriter secara konstitusional,” sebut Kholid.
Kemudian saat ini ada ketakutan masyarakat sipil untuk bersuara. Ia menyebut bahkan komedian yang mengetengahkan konteks lawakan dalam bingkai kritik diserang kebebasan berekspresi.
“Pakar kesehatan yang vokal diambil alih akunnya. Pemerintah sedang fokus bangun buzzer sebab tanpa buzzer maka kebijakan tidak legitimate,” papar Kholid.