SinarPost.com, Banda Aceh – Jurnalis Aceh yang bernaung di berbagai media di Aceh hari ini mendeklarasikan sekaligus melakukan Kongres I Forum Jurnalis Aceh (FJA).
Organisasi jurnalis yang berazaskan semangat dan kekhususan Aceh ini diinisiasi oleh dua pegiat media yaitu Ahmad Mirza Shafwandy (aceHTrend) dan Muhammad Shaleh (Modus Aceh). Deklarasi berlangsung di Rumoh Aceh Tibang, Banda Aceh, Kamis (27/8/2020).
Muhammad Shaleh dalam pidatonya saat deklarasi tersebut menyampaikan, dewasa ini perkembangan dunia pers semakin pesat. Industri media pun bermunculan bak cendawan di musim hujan pascatumbang rezim Orde Baru. Tak terkecuali di Aceh, yang baru saja menata diri pascadamai.
“Kehadiran pers bagi rakyat Aceh sejatinya merupakan pengawasan bagi kekuasaan agar dalam penyelenggaraan kehidupan publik dan kepentingan umum dilaksanakan secara bertanggung jawab. Aceh telah melewati beberapa fase kehidupan baru, mulai proses rehabilitasi dan rekonstruksi akibat tsunami,” kata Shaleh.
Pers juga berfungsi dalam mengawal proses perdamaian dan program reintegrasi, serta pelaksanaan butir-butir MoU Helsinki yang diturunkan melalui lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagai wujud perjanjian damai antara Pemerintah RI dan Gerakan Ace Merdeka.
Di sisi lain, muncul tantangan-tantangan yang dihadapi para pekerja pers di Aceh, antara lain terbatasnya akses untuk ikut serta dalam penguatan kompetensi jurnalistik, sertifikasi perusahaan pers, hingga keanggotaan dalam organisasi profesi. Namun, yang lebih mirisnya lagi, kekerasan dan persoalan hukum, serta teror masih kerap dihadapi para jurnalis tanpa penyelesaian yang jelas.
“Selain itu, praktik jurnalisme dalam bisnis di era virtual hingga menciptakan iklim kebebasan pers juga masih menjadi tantangan tersendiri,” katanya.
Hal inilah yang membuat para inisiator memandang pentingnya solidaritas jurnalis sebagai sebuah keharusan yang tak bisa ditunda-tunda lagi.
Gerakan ini diinisiasi oleh para jurnalis, akademisi, dan pengusaha media maupun tokoh masyarakat sebagai gerakan bersama dalam menyuarakan kepentingan publik melalui bahtera pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
Sementara itu, Ahmad Mirza Shafwandy menambahkan, deklarasi FJA sengaja dilakukan pada bulan Agustus dengan mengambil semangat momentum hari kemerdekaan Republik Indonesia dan momentum perdamaian Aceh. Merdeka dan damai merupakan dua hal yang memiliki makna besar dalam membangun sebuah peradaban.
Hadirnya FJA kata Mirza, merupakan ikhtiar dan harapan agar terwujudnya jurnalis yang profesional, kompeten, kredibel, dan berintegritas, dengan tetap menjunjung semangat dan kekhususan Aceh sebagai hasil dari sebuah perjuangan yang panjang.
Deklarasi ini juga diwarnai dengan adanya orasi dari Rektor Unsyiah Prof Samsul Rizal selaku tokoh publik Aceh. Dalam orasinya ia menyampaikan, jurnalis memiliki peranan besar dalam mencerdaskan masyarakat.
Ia mencontohkan dalam kondisi pandemi seperti saat ini, berita-berita berkualitas dari para jurnalis sangat dibutuhkan untuk mengedukasi masyarakat. Di mana realitanya, masih banyak masyarakat yang masih belum memercayai bahwa Covid-19 ini benar-benar ada.
“Saat ini kita sedang berperang melawan virus yang tidak tampak. Oleh karena itu peran jurnalis sangat dibutuhkan untuk mengedukasi masyarakat agar mereka bisa benar-benar patuh pada protokol kesehatan yang dibuat pemerintah,” ujar Prof Samsul.
Usai deklarasi langsung dilanjutkan dengan kongres untuk memilih ketua dan pengurus organisasi.