Oleh : Azis Muhajir*
Tanggal 4 Desember 1976 Wali Negara Hasan Tiro menyatakan gong pemberontakan terhadap Republik Indonesia, saat itu hanya sedikit yang sepakat untuk bergabung. Hasan Tiro butuh waktu bertahun-tahun untuk meyakinkan rakyat Aceh bahwa ini perjuangan suci menuntut hak, harga diri sebagai sebuah bangsa yang pernah berdaulat dimasanya.
Akhirnya, lebih dari 90 persen rakyat Aceh percaya dan banyak bergabung bersama GAM membantu perjuangan hingga tercapainya kesepakatan perdamain antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Filandia.
Pasca damai, setelah Wali Negara Hasan Tiro berpulang ke Rahmatullah, perlahan kepercayaan rakyat Aceh terhadap perjuangan kembali memudar diakibat dari perilaku para pimpinan GAM yang mempertonton permusuhan sesama padahal mereka adalah pelaku perjuangan, pengikut setia Hasan Tiro.
Pejuang GAM mulai terpecah pada pilkada serentak tahun 2012. Irwandi Yusuf membuat kelompok “GAM” baru dibawah bendera PNA melawan sesepuh GAM Doto Zaini yang diusung Partai Aceh. Dan di Pilkada 2017 perpecahan di kalangan GAM berlanjut antara Irwandi Yusuf dan Muzakir Manaf.
Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe Aceh ke-9, dengan kekuatan politik dan pengaruhnya ia terus melakukan lobi-lobi dan diplomasi politik untuk kepentingan rakyat Aceh. Padahal ia bisa saja kembali ke Singapore menghabiskan sisa hidupnya bersama anak cucu.
15 Tahun Damai Aceh
Mou Helsinki? tentu bukan pertama kali Aceh membuat kesepahaman politik dengan Republik Indonesia. Namun perjanjian damai ini yang terpanjang yang sudah dirasakan rakyat Aceh, lengkap dengan berbagai “hidangan” hasil kompensasi dari damai GAM-RI. Berbagai polemik hingga perpecahan kalangan GAM mewarnai selama perdamaian berlangsung.
Setelah terpecah sedemikian rupa, pada peringatan 15 tahun perdamain Aceh, GAM yang terhimpun dalam kenderaan politik PNA dan PA mencoba kembali bersatu.
Dua partai politik lokal yang notabane digaungi oleh mantan kombatan GAM kembali islah, sepakat untuk kembali bersama-sama memperjuangkan butir-butir kesepahaman Mou Helsinki yang belum selesai, sambil membangun Aceh dengan sisa kompensasi otonomi khusus yang akan berakhir 2027 mendatang.
Bersatunya kembali GAM memberi secercah harapan. Setidaknya untuk sama-sama menuntut janji Pusat agar meralisasi semua buti-butir perjanjian yang tertuang dalam MoU Helsinki dan UUPA sebagaiman yang diharapkan oleh rakyat Aceh.
Semoga Aceh berjaya disaat pemerintah Indonesia memberikan Aceh kewenangan untuk menambah dana pinjaman dari luar negeri, dan menentukan suku bunga diluar yang ditentukan bank Indonesia.
Disaat Aceh memperoleh 70 persen penghasilan dari semua penghasilan dan kandungan hydrocarbon dan sumber daya alam lainnya di dalam wilayah hukum Aceh, termasuk sumber-sumber daya alam di laut yang mengelilingi Aceh.
Dirgahayu 15 tahun Damai Aceh. Dirgahayu 75 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
*Penulis merupakan pemuda Aceh yang tinggal di Kabupaten Aceh Jaya.