SinarPost.com, Tripoli – Kelompok (teroris) pimpinan Jenderal Khalifa Haftar – yang hendak menguasai Libya dari Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui internasional – dilaporkan telah mengirim ribuan tentara bayaran asing untuk bertempur dalam perang yang membayangi kota strategis Sirte.
Sumber-sumber lokal dari kota Kufra, di Libya tenggara, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa banyak konvoi pejuang asing pada hari Minggu (28/6/2020) melewati kota Ajdabiya, yang terletak antara Benghazi dan Sirte.
Pasukan sekutu Haftar merilis sebuah video yang menunjukkan bala bantuan militer dikerahkan dari Benghazi, tempat pasukan timur berpangkalan, menuju Sirte, 570km (354 mil) ke barat. Bala bantuan termasuk pejuang Sudan dan Chad, serta lebih dari 3.000 tentara bayaran Rusia, lapor Al Jazeera yang mengutip sumber tersebut.
Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Fayez al-Sarraj, mengumumkan bahwa mereka bertekad untuk mengakhiri “pendudukan” kota Sirte dan Jufra oleh para pejuang asing.
Sirte adalah kota asal mantan pemimpin lama Muammar Gaddafi dan pemukiman penting terakhir sebelum batas tradisional antara barat dan timur Libya.
Pasukan Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Haftar menguasai Sirte tanpa perlawanan pada Januari lalu setelah salah satu milisi lokal Libya yang sangat kuat berafiliasi dengan Haftar.
Sirte adalah wilayah strategis di Libya yang kaya akan sumur minyak, serta rumah bagi pelabuhan ekspor minyak utama Libya – yang saat ini masih dikuasi pasukan Haftar.
Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang didukung Turki bertekad mengusir pasukan Haftar dari Sirte. Namun upaya GNA mendapat intervensi dari Mesir, yang merupakan pendukung utama Jenderal Haftar. Presiden Mesir telah berjanji akan mengirim tentaranya ke Libya jika GNA tetap bergerak ke Sirte untuk menumpas pasukan Haftar.
Ancaman dari Mesir ini semakin memperparah perang saudara di Libya yang telah berlangsung hampir 10 tahun setelah penggulingan mantan Presiden Muammar Khadafi. Perang besar pun membayangi negara Afrika yang kaya minyak itu. Bahkan Turki-Mesir juga terancam perang langsung di Libya yang menjadi pendukung utama dari masing-masing kubu yang bertikai.
‘Geng Kriminal’
Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang dipimpin Perdana Menteri Fayez al-Sarraj menegaskan seruannya ke Pengadilan Kriminal Internasional untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang oleh pasukan sekutu Haftar, dengan mengatakan impunitas telah mendorong pejuangnya untuk melakukan “kejahatan yang lebih biadab”.
Seorang juru bicara militer GNA sebagaimana dilansir Al Jazeera mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu bahwa “Sirte adalah tempat paling berbahaya di Libya setelah itu menjadi titik fokus bagi tentara bayaran dari perusahaan Wagner Rusia”, yang ia gambarkan sebagai “geng kriminal”.
GNA menegaskan bahwa pembebasan Sirte dan Jufra dari tentara Haftar telah mendesak dari sebelumnya.
Pada hari Sabtu, perwakilan tetap Libya untuk PBB juga telah meminta Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk menjatuhkan sanksi kepada mereka yang mendukung kelompok bersenjata pimpinan Jenderal Haftar.