SinarPost.com, New York – Organisasi internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut, rudal jelajah yang digunakan dalam beberapa serangan terhadap fasilitas minyak dan sebuah bandara internasional di Arab Saudi tahun lalu berasal dari Iran.
Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres kepada Dewan Keamanan dalam sebuah laporan sebagaimana dilihat Reuters pada hari Kamis (12/6/2020).
Guterres juga mengatakan bahwa beberapa senjata dalam penyitaan senjata oleh AS pada November 2019 dan Februari 2020 adalah “barang asal Iran.” “Beberapa memiliki karakteristik desain yang mirip dengan yang juga diproduksi oleh entitas komersial di Iran, atau memiliki tanda-tanda Farsi,” kata Guterres.
Dia mengatakan bahwa “barang-barang ini mungkin telah ditransfer dengan cara yang tidak konsisten” dengan resolusi Dewan Keamanan PBB 2015 yang mengabadikan kesepakatan nuklir Iran dengan kekuatan dunia untuk mencegah Teheran mengembangkan senjata nuklir.
Guterres menyebut PBB memeriksa puing-puing senjata yang digunakan dalam serangan terhadap fasilitas minyak Saudi di Afif pada Mei, di bandara internasional Abha pada Juni dan Agustus dan pada fasilitas minyak Saudi Aramco di Khurais dan Abqaiq pada September.
“Sekretariat menilai bahwa rudal jelajah dan atau bagian-bagiannya yang digunakan dalam empat serangan berasal dari Iran,” tulis Guterres.
Guterres juga mengatakan bahwa drone yang digunakan dalam serangan Mei dan September adalah “asal Iran.” Dia juga mengatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengamati bahwa beberapa item dalam dua serangan AS “identik atau serupa” dengan yang ditemukan di puing-puing rudal jelajah dan drone yang digunakan dalam serangan 2019 di Arab Saudi. PBB sendiri akan membahas laporan Guterres tersebut akhir bulan ini.
Sementara itu, AS akan mengedarkan rancangan resolusi untuk memperpanjang embargo senjata di Iran segera. Jika Washington tidak berhasil, ia telah mengancam akan memicu kembalinya semua sanksi AS terhadap Iran di bawah kesepakatan nuklir, meskipun AS telah keluar dari kesepakatan pada 2018. Namun upaya Washington tersebut dinilai akan menghadapi pertempuran yang sulit dan berantakan.
Iran Tolak Laporan Sekjen PBB
Iran pada hari Jumat (12/6) menolak keras laporan Sekjen PBB yang mengatakan rudal jelajah yang menghantam fasilitas minyak dan bandara di Arab Saudi tahun lalu berasal dari Iran. Negara para mullah itu menuding laporan Sekjen PBB tersebut dibuat di bawah pengaruh AS dan Saudi. Sebelumnya, dalam kasus tersebut, Pasukan Hauthi Yaman telah mengakui bertanggungjawab atas serangan terhadap sejumlah target di Arab Saudi.
Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diberitakan oleh media pemerintah bahwa “Iran menyangkal tuduhan Sekjen PBB yang tampaknya telah dibuat di bawah tekanan politik dari AS dan rezim Saudi”.
“Menariknya, … laporan itu muncul pada saat Amerika Serikat bekerja untuk merancang resolusi berbahaya untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran,” kata pernyataan Kemenlu Iran. Sehari sebelumnya diplomat Iran untuk PBB juga mengatakan ada “kelemahan serius, ketidakakuratan, dan perbedaan” dalam laporan Sekjen PBB itu.
“Iran dengan tegas menolak pernyataan yang terkandung dalam Laporan (PBB) mengenai hubungan Iran dengan ekspor senjata atau komponen mereka yang digunakan dalam serangan terhadap Arab Saudi berasal dari Iran,” kata Diplomat Iran di PBB dalam sebuah pernyataan.
Penolakan Iran atas tuduhan PBB tersebut cukup beralasan, pasalnya laporan Sekjen PBB itu dibuat ditengah kampanye AS yang mendorong PBB untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran yang akan berakhir pada Oktober mendatang di bawah kesepakatan nuklir.
Iran telah menyerukan sekutunya di PBB, Rusia dan China untuk menolak upaya Washington memperpanjang embargo senjata terhadap Iran yangakan berakhir pada bulan Oktober di bawah perjanjian nuklir Iran 2015 dengan enam kekuatan dunia (AS, Rusia, China, Prancis, Inggris + Jerman).