Oleh : Dailami, M.Pd*
Tulisan ini untuk menanggapi statement Fachrur Razi, selaku Wakil Ketua Komite I DPD RI yang juga merupakan anggota DPD yang mewakili Aceh beberapa hari lalu. Dalam statementnya beliau mengatakan “jika Dana Desa tidak segera cair, sebaiknya Menteri Desa Halim Iskandar diganti saja. Jangan kebanyakan selfie dan pencitraan di media.” Begitulah kira-kira isi berita yang saya baca. Statement ini kemudian menjadi berita yang menghebohkan di beberapa media massa. Menurut penulis, statement demikian tidak seharusnya diucapkan oleh beliau sebagai Wakil Ketua Komite I DPD RI, yang notabene itu adalah komite yang membidangi tentang otonomi daerah serta hubungan pusat dan daerah. Mengkritik memang tidak dilarang, tapi tentunya harus memahami juga tentang regulasi dan mekanisme penyaluran Dana Desa, dan tidak mungkin prosedur itu diabaikan oleh pihak Kementerian Desa.
Disini penulis bukan ingin menyalahkan statement Senator asal Aceh itu, karena kalau saya baca statement beliau di media massa, beliau mendesak supaya Dana Desa bisa dipercepat pencairannya agar segera bisa digunakan oleh masyarakat terkait penanggulangan wabah Covid-19. Hanya saja desakannya tentang mengganti Menteri Desa jika Dana Desa tak cair, itu dalam pandangan penulis sangat tidak tepat, karena memang keterlambatan penyaluran Dana Desa bukanlah kesalahan di tingkat Kementerian Desa, karena ada mekanisme yang harus dilalui agar Dana Desa bisa ditransfer ke Rekening Desa.
Jika kita bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dari tahun 2015 sampai 2019, maka tahun 2020 termasuk sangat cepat penyaluran Dana Desa. Pencairan Dana Desa untuk Tahap l bahkan sudah dilakukan pada tanggal 28 januari 2020. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Jokowi dalam Rapat Terbatas tentang Penyaluran Dana Desa Tahun 2020, bahwa penyaluran Dana Desa Tahun 2020 harus dimulai pada bulan Januari tahun 2020, walaupun sampai 13 Maret 2020 baru tersalurkan sebanyak 14,82 persen dari total 72 Triliun Dana Desa 2020. Akan tetapi Ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya yang mana pencairan Dana Desa Tahap I diatas bulan Januari.
Provinsi Aceh sesuai dengan Data Pantau Penyaluran Dana Desa satker P3MD Aceh pada tanggal 13 April 2020 menunjukkan peringkat ketiga tercepat dan terbanyak secara nasional penyaluran Dana Desa. Total Dana Desa yang sudah beredar di Aceh adalah Rp 984.381.492.281 atau 19,48 persen dari total Pagu Dana Desa untuk Aceh.
Apabila ada Desa yang belum bisa cair, itu kesalahannya bukan terletak pada Menteri Desa saja. Harus kita ketahui bahwa untuk penyaluran Dana Desa, leading sector regulasi adalah dari Kementerian Keuangan yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK/Permenkeu), regulasi program yang ada di Desa oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melalui Peraturan Menteri Desa, dan regulasi Pemerintahan Desa oleh Kementerian Dalam Negeri.
Harus kita ketahui bahwa dalam pasal 23 Permenkeu 205/pmk.07/2019 tentang Tahapan dan Persyaratan Penyaluran Dana Desa tahun 2020 dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap I sebesar 40%, tahap II sebesar 40%, dan tahap III sebesar 20%. Skema ini berubah dari tahun sebelumnya di mana penyalurannya dilakukan juga dalam tiga tahap, akan tetapi tahap I sebesar 20%, tahap II 40%, dan tahap III 40%. Selain perubahan skema penyaluran yang menjadi lebih cepat, Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati/Walikota hingga Kepala Desa juga mesti memperhatikan syarat-syarat Penyaluran Dana Desa yang telah diperbarui oleh Kemenkeu. Perubahan tersebut tertuang dalam pasal 24 pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Dana Desa.
Dalam pasal 24 Permenkeu 205/pmk.07/2019, untuk memperoleh pencairan Dana Desa tahap I, Bupati/Walikota wajib menyerahkan dokumen Persyaratan Penyaluran kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), yang sebelumnya telah dipersiapkan dan disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota. Dokumen-dokumen yang harus disiapkan Pertama, dokumen Peraturan Bupati/Walikota mengenai tata cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa setiap Desa. Kedua, peraturan desa mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) atau di Aceh disebut qanun APBG yang ditanda tangani oleh Geusyik dan Tuha Peut. Ketiga, Surat Kuasa Pemindah Bukuan Dana Desa.
Selanjutnya untuk memperoleh pencairan Dana Desa tahap II, Bupati/Walikota wajib menyerahkan Laporan Realisasi Penyerapan dan Capaian Keluaran (output) Dana Desa tahun anggaran sebelumnya. Selain itu, juga wajib menyerahkan Laporan Realisasi Penyerapan dan Output Dana Desa Tahap I yang menunjukkan rata-rata realisasi penyerapan minimal 50% dan rata-rata output minimal 35%. Terakhir, untuk menerima penyaluran Dana Desa tahap III, Bupati/Walikota wajib menyerahkan laporan Realisasi Penyerapan dan Pencapaian Keluaran Dana Desa sampai dengan tahap II yang menunjukkan rata-rata realisasi penyerapan minimal 90% dan rata-rata output minimal 75%.
Selain persyaratan diatas, Bupati/Walikota juga harus menyampaikan laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat desa dari tahun anggaran sebelumnya. Dokumen-dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa tersebut disampaikan dalam bentuk dokumen fisik (hardcopy) maupun dokumen elektronik (softcopy) melalui aplikasi yang disedikan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu. Berdasarkan pasal 26 Permenkeu 205/pmk.07/2019 tersebut, Bupati/Walikota yang tidak menyampaikan dokumen Persyaratan Penyaluran Dana Desa sampai dengan berakhirnya tahun anggaran, maka Dana Desa tidak disalurkan dan menjadi sisa Dana Desa di Rekening Kas Umum Negara (RKUN).
Jadi dalam Permenkeu 205/pmk.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa sudah sangat jelas, syarat pencairan Dana Desa tahap I harus ada Perbup/Perwalkot tentang tata cara atau pedoman penggunaan Dana Desa dan APBDes. Jadi kalau ada desa yang belum cair Dana Desanya, berarti ada yang belum beres diantara keduanya, boleh jadi masalahnya itu ada di tingkat Kabupaten/Kota yang belum membuat Peraturan Pedoman Penggunaan Dana Desa, atau di Desa yang belum siap dengan APBDesnya.
Sampai disini jelas para Bupati/Walikota dan Kepala Desa berperan penting dalam mencairkan Dana Desa, dan ini tidak mudah dan simpel, jadi karena banyak orang yang tidak mengetahui regulasi dan mekanisme yang sebenarnya yang terkadang kemudian menyebabkan banyak orang salah dalam mempersepsikan Dana Desa, seolah Dana Desa gampang dan tinggal ditarik dari Rekening Desa oleh Kepala Desa dan Bendahara. Hal inilah yang kemudian menjadikan Dana Desa menjadi sebuah issu hangat yang dibicarakan apalagi dalam keadaan penyebaran wabah Covid-19 dimana Dana Desa ini memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa.
Kembali pada persoalan pernyataan Saudara Fachrur Razi pimpinan Komite I DPD RI, seharusnya sebagai perwakilan rakyat Aceh, DPD harus mampu bersinergi dan mendorong pemerintah kabupaten dan kota khususnya di Aceh sebagai daerah yang diwakilinya agar tidak terlambat dalam menyusun Perbup /perwalkot yang mengatur Dana Desa serta mampu menjembatani antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat apabila ada timbul kendala yang menyangkut dengan penyaluran Dana Desa. Selama ini yang menjadi kendala pemerintah desa dalam menyusun APBDesnya adalah karena persoalan telatnya pihak Kabupaten/Kota dalam menyusun Perbup/Perwalkot, terutama menyangkut tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap desa. Ini yang kemudian membuat pihak desa juga terlambat dalam mengesahkan APBDesnya, sehingga menyebabkan selalu terlambatnya transfer Dana Desa ke Rekening Desa.
Maka kedepannyan kita mengharapkan kepada anggota DPD RI, khususnya DPD Perwakilan Aceh untuk lebih serius lagi mencurahkan perhatiannya, khususnya pada issu Dana Desa agar dapat mendorong pemerintah daerah supaya lebih cepat menyelesaikan Perbup/Perwalkot agar Dana Desa dapat dicairkan tepat waktu. Semoga!!!
*Penulis adalah Tenaga Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP) Kabupaten Aceh Utara.