Oleh : Yossie Yulia Safrina*
Tahun 2020 menjadi tahun yang cukup sulit, bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga untuk negara-negara lain di dunia. Sejak virus Covid-19 menyebar ke bumi ini, jangankan mau makan siang bersama untuk berkumpul dua tiga orang saja kini sulit terwujud. Selain itu di tempat–tempat yang sering dikunjungi masyarakat sudah disiapkan wastafel yang lengkap dengan sabun dan tisu. Ketika dilihat saat ini semua orang saat keluar dari rumah menggunakan masker dan berjaga jarak dengan orang lain.
Wabah virus yang berasal dari China dan menyebar luas ke berbagai negara ini berhasil memporak-porandakan ekonomi dunia dan memicu munculnya krisis baru. Krisis ini datang dari sektor kesehatan dan keamanan masyarakat akibat adanya pandemi virus Covid-19 yang hingga saat ini sudah banyak merenggut nyawa manusia di seluruh dunia. Pemasukan menjadi sangat rentan karena ketika mereka tidak bekerja, maka pendapatan mereka juga tidak ada. Lain halnya, bagi mereka yang berprofesi sebagai ASN atau pegawai lembaga formal, meskipun mereka tidak bekerja selama dua pekan karena bekerja dari rumah, gaji mereka di awal bulan depan masih tetap ada.
Semakin banyaknya jumlah orang yang terinfeksi virus Covid-19 membuat pemerintah menerapkan himbauan untuk menjaga jarak antara masyarakat atau social distancing. Mulai dari himbauan bekerja di rumah bagi pekerja dan karyawan, meliburkan sekolah sehingga membatasi kegiatan yang melibatkan banyak orang. Kondisi ini berdampak buruk bagi pekerja dan pelajar. Yang mana saat ini pelajar menjalankan kegiatan biasanya secara online.
Bayangkan kalau pegawai informal, pedagang kecil-kecilan, dan orang yang kerjanya serabutan, tentu mereka sangat rentan dengan kemiskinan. Satu hari saja mereka tidak bekerja, maka tidak ada yang dapat dimakan untuk hari itu dan esoknya. Tidak usah jauh-jauh berfikir, hari-hari terakhir ini saja, transportasi online sangat sepi, pendapatan mereka turun drastis dari biasanya karena tidak ada yang mengorder. Begitu juga tempat-tempat pariwisata yang sudah tutup, jutaan orang yang hidupnya tergantung dari tempat pariwisata baik itu sebagai tukang bersih ataupun sebagai penjaga tempat tersebut menjadi pengangguran. Dan masih banyak orang-orang yang menjadi pengangguran dari dampak Covid-19 ini.
Ratusan ribu penyedia jasa trasportasi, supir dan kru bus pariwisata, dan pemandu wisata menganggur. Jutaan pegawai hotel menganggur, jutaan pengrajin souvenir tidak berproduksi, jutaan penyuplai bahan souvenir juga berhenti memberi pasokan. Begitu juga, sekolah dan kampus selama virus ini ditutup. Hal ini akan berdampak negatif bagi semua orang yang hidupnya sangat tergantung pada sekolah dan kampus. Ratusan ribu orang yang berdagang di sekolah dan kampus tidak bekerja. Tukang ojek yang setiap hari mengantar dan menjemput murid, mahasiswa, guru, dan pegawai. Guru dan dosen honorer tidak mengajar. Suplayer seluruh peralatan sekolah dan kuliah tidak lagi bisa bekerja.
Ribuan pegawai penyedia jasa fotocopy sepi. Seluruh toko penjual alat-alat sekolah sepi. Penjual sepatu dan seragam sekolah pun ikut sepi. Aktivitas di pesantren juga diliburkan. Berapa ribu orang yang terlibat di pesantren menjadi tidak berpenghasilan. Seluruh penjual makanan di pesantren tidak bekerja. Seluruh pegawai laundry tidak bekerja. Masyarakat di sekitar pesantren tidak mendapatkan lagi imbas rejeki pesantren. Masjid, gereja, dan seluruh tempat ibadah mengurangi seluruh kegitan keagamaan yang melibatkan banyak jamaah. Berapa ratus ribu orang yang setiap hari mendapatkan rizki dari tempat ibadah itu menjadi tidak berpenghasilan. Semua penjual makanan dan alat ibadah di sekitar tempat ibadah menjadi sepi. Penceramah sepi order. Permintaan alat-alat ibadah menurun. Pengusaha dan karyawan produsen alat ibadah tidak lagi memproduksi barang. Distributor alat ibadah menjadi sepi order.
Dengan kondisi pengangguran yang demikian masif, kerentanan terhadap kemiskinan akan semakin tinggi. Peluang untuk berganti profesi secara cepat tidak mungkin dilakukan kerena sangat terkait dengan modal dan peluang. Akhirnya, mayoritas pengangguran itu akan pasrah, tidak bekerja, dan tidak mempunyai penghasilan. Pertanyaannya adalah, mau bertahan sampai berapa hari atau berapa bulan? Mungkin pada awal-awal menganggur masih bisa ditutup dengan sedikit tabungan yang dimiliki. Tetapi, minggu kedua sudah dapat dipastikan akan mulai menggadaikan seluruh barang berharga miliknya. Minggu ketiga, menjadi sangat rawan terjadinya berbagai tindak kejahatan. Tingkat frustasi dan stres masyarakat menjadi semakin meningkat. Kebutuhan anak dan kebutuhan keluarga yang jumlahnya sangat banyak, menjadi beban berat yang akan menambah tekanan pikiran kepala keluarga. Kalau hal itu terjadi pada jutaan pengangguran, maka akan berpeluang terjadinya kerawanan sosial yang sangat berdampak pada keamanan dan ketertiban umum. Tapi, hal itu jangan sampai terjadi akibat kondisi saat ini.
Tingkat kesehatan fisik dan psikis masyarakat yang terjadi akibat menganggur menjadi sangat terganggu. Kemampuan masyarakat untuk berfikir logis menjadi semakin menurun. Mereka menjadi lebih banyak berfikir, bagaimana cara mencari pendapatan secara halal. Ketika iman mereka masih kuat tentu dilakukan dengan banyak berdoa, semoga penyebaran virus corona dapat segera dikendalikan. Namun, apa yang akan terjadi ketika iman mereka lemah, sementara berbagai kebutuhan dasar harus terpenuhi? Ditambah lagi beban tagihan utang, tagihan listrik, air, paket data, dan kartu kredit harus segera dipenuhi seluruhnya. Menjadi semakin runyam lagi, ketika leasing sudah dua bulan tidak terbayar. Bayangan buruk memperkeruh pikirannya karena adanya ancaman penarikan kendaraan bermotor. Penggerak roda ekonomi yang sudah sekian lama dicicil akan hilang. Ketika pendapatan masyarakat menurun, tentu akan berdampak pada menurunnya tingkat kesehatan masyarakat karena asupan gizi semakin menurun.
Bayang-bayang resesi atau pelemahan ekonomi Indonesia tidak lagi terelakkan. Kalau kondisi seperti ini berlanjut terus menerus, maka besar kemungkinan akan terjadi darurat ekonomi. Hal itu bukan tanpa alasan, karena saat ini sudah tidak ada gerakan ekonomi yang sesuai dengan ekspektasi. Pengangguran semakin banyak. Masyarakat di seluruh struktur sosial telah banyak yang kehilangan harapan untuk mempertahankan ekonomi keluarga. Resesi ekonomi tingkat keluarga tidak terhindarkan.
Krisis ekonomi keluarga, akibat tulang punggung menganggur sudah terjadi. Upaya memutar otak yang dilakukan oleh kepala keluarga beserta istri sudah dilakukan. Tetapi, jalan keluar belum ditemukan. Pengangguran semakin banyak, masyarakat di seluruh struktur sosial telah banyak kehilangan harapan untuk mempertahankan ekonomi keluarga. Berbagai daya upaya yang telah dilakukan pada tingkat rumah tangga telah gagal, karena pihak lain yang memanfaatkan jasanya atau produknya juga tidak mempunyai daya beli.
Jadi langkah strategis yang perlu diambil pemerintah adalah: Pertama, pemerintah perlu mempersiapkan respon public health policy yang kuat, dengan menambah jumlah rumah sakit yang siap menangani virus corona. Menyiapkan mekanisme di RS, termasuk semua sarana dan prasarana untuk mengatasi virus corona harus sudah didistribusikan ke seluruh rumah sakit yang ditunjuk. Informasi kesehatan harus terpusat dan berasal dari sumber resmi pemerintah. Seluruh informasi itu juga harus dapat terkirim secara otomatis ke seluruh telepon genggam warga. Setiap hari masyarakat dapat melakukan update berbagai upaya yang telah dilakukan dan terus diupayakan oleh pemerintah, bukan membesarkan berita yang menakutkan tentang jumlah pasien.
Kedua, pemerintah perlu memberikan akses kesehatan gratis kepada semua orang yang hendak memeriksa dan berobat karena terindikasi corona. Hal itu sangat penting, jangan sampai orang orang sudah terindikasi virus corona tetap bertahan di rumah karena takut akan bayangan mahalnya biaya rumah sakit. Layanan masyarakat terhadap publikasi kebijakan ini harus selalu didengungkan melalui berbagai media massa. Ketiga, pemerintah perlu memberikan stimulus bagi rumah tangga. Ekonomi kreatif tingkat rumah tangga harus digalakkan. Produk barang dan jasa skala rumah tangga yang dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat lainnya diharapkan dapat digalakkan sehinga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat miskin dan rentan.
Jangan pernah lelah untuk berusaha, jangan pernah lelah untuk terus meminta kepada Allah Swt. Meminta kepada-Nya cepat berakhir pandemi ini agar kita semua bisa menjalankan hari-hari seperti biasanya. Jangan mudah mengeluh akan semua ujian ini, tetap semangat menjalankan kehidupan. Semoga kita semua diberi kesehatan dan kesempatan untuk dapat terus berbuat baik kepada sesama. Aamiin yarrabal ‘alamin!
*Penulis adalah Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry.