Oleh : Khairul Akmal*
Semakin tingginya angka korban positif yang terjangkit virus mematikan Covid-19 atau lebih dikenal dengan Virus Corona menyebabkan banyak korban jiwa terkhususnya para lansia dan yang mememiliki riwayat penyakit pernafasan. Virus yang dikenal oleh masyarakat pada akhir tahun 2019 ini terus menhghantui masyarakat di seluruh Dunia terkhususnya Negera kita Indonesia. Banyak yang masih menganggap remeh virus ini sehingga mengakibatkan sulit terputusnya mata rantai penyebaran virus.
Covid-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus yang paling baru ditemukan. Jumlah kasus pasien positif virus corona di Indonesia juga terus bertambah setiap harinya. Hingga hari Senin (20/4/2020), tercatat kasus positif corona di Indonesia telah mencapai 6.760 kasus. Dari angka tersebut 747 orang telah dinyatakan sembuh dan 590 orang meninnggal dunia. Semakin banyaknya korban yang meninngal dunia mengakibatkan para tim medis harus mencari lahan untuk memakamkan jenazah pasien positif ini. Namun semuanya tidak berjalan dengan mulus karena ada banyak penolakan dikalangan masyarakat tentang pemakaman jenazah ini, masih banyak masyarakat yang tidak paham tentang Standart Operating Procedure (SOP).
Kemudian, untuk penguburan jenazah yang terjangkit Covid-19 itu sendiri sudah memenuhi SOP (Standart Operating Procedure). Pemularasan jenazah Covid-19 sudah disesuaikan dengan Hukum Positif. UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan Kesehatan, dan Surat Edaran Dirjen P2P Nomor 483 tahun 2020 tentang revisi ke-2 Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi infeksi Novel Corona Virus (Covid-19), secara jelas menyatakan, “penguburan atau pemakaman dapat dilakukan di tempat pemakaman umum” (SOP Pemularasan Jenazah Covid-19, Dinas Kesehatan Provimsi DKI Jakarta). Dengan demikian apabila pemularasaan jenazah Covid-19 telah dilaksanakan sesuai dengan SOP yang sudah diberikan, maka tidak ada alasan yang mendasar untuk menolak penguburan jenazah. Sebab rujukannya sudah ada dalam urusan ini adalah para dokter dan tenaga medis yang bertugas.
Tetapi yang terjadi di lapangan malah tidak demikian, seperti yang akhir-akhir tengah ramai dibicarakan yaitu penolakan jenazah di Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Makasar dan Gowa Sulawesi Selatan. Yang bermula dari penolakan warga disekitaran TPU Baki Nipa-nipa, Kelurahan Antang, Manggala. Kemudian penolakan serupa terjadi lagi dari warga Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah. Warga yang tidak senang daerahnya dijadikan tempat pemakaman jenazah Covid-19 memblokade jalan masuk menuju desa mereka. Menurut warga mereka resah dengan berita tentang adanya pemakaman warga yang terinfeksi Covid-19 di desa mereka.
Kemudian untuk menanggapi beberapa kejadian penolakan yang sudah terjadi di beberapa daerah, diharapkan pemerintah untuk melakukan sosialisasi secara massif. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani juga telah meminta kepada kementrian Kesehatan (Kemenkes), Pemerintah daerah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) serta berbagai tokoh Masyarakat untuk memberikan edukasi atau sosialisasi kepadan masyarakat tentang SOP ( Standart Operating Procedure) dan protokol pemakaman jenazah Covid-19.
Puan mengatakan, sosialisasi kepada Masyarakat terkait prosedur Pemakaman harus terus-menerus diberlakukan agar tidak menimbulkan kecemasan yang mengakibatkan penolakan pemakaman di beberapa daerah. Menurut Puan Maharani, jenazah korban covid-19 sudah ditangani sesuai prosedur protocol sehingga harus segera dimakamkan. Kemudian untuk proses sosialisasinya sendiri, kata dia, harus menggunakan bahasa sesederhana agar langsung bisa di pahami oleh masyarakat. Dan hal yang harus ditekankan lagi adalah, jenazah dimakamkan sesuai dengan prosedur.
Tapi kini, kian hari kian banyak saja masyarakat yang masih menolak akan pemakaman jenazah korban covid-19, masih belum meratanya sosialisasi yang diberikan pemerintah tentang pemakaman jenazah ini, pasalnya masih ada saja kejadian ini terjadi di daerah-daerah. Fenomena ini terjadi karena masih adanya kesenjangan informasi di masyarakat yang mengakibatkan krisis komunikasi di lingkungan masyarakat. Krisis ini terjadi karena berbedanya atau tidak meratanya informasi tentang tata cara pemakaman ini, Kemudian hali ini yang mengakibatkan kepanikan atau kecemasan di antara Masyarakat.
Karena timbulnya rasa cemas dan ketakutan akan tertularnya virus ini, masyarakat menggunakan berbagai macam cara agar tidak tertular covid-19 ini dengan beragam cara yang mengangkangi nurani dan mengurangi rasa kemanusiaan. Lambatnya akan informasi tentang pemakaman ini aman tidak sebanding dengan arahan sosialisasi yang di berikan pemerintah. Di saat seperti sekarang ini, informasi jejaring media sosial berperan sangat penting. Informasi tentang pemakaman pasien covid-19 hanya akan menjadi sebuah bayang-bayang semata.
Meskipun zaman telah berubah ke era digital serba cepat, namun pada masalah yang mengharuskan masyarakat melakukan tindakan atau perubahan perilaku, anggota masyarakat masih memilih jaringan sosialnya sebagai acuan sumber informasi. Oleh karena itu, peran pemimpin seperti aparat desa maupun orang yang dihormati di desa sangat dibutuhkan untuk mentransfer informasi ke masyarakat. Bagi masyarakat desa media massa semata-mata lebih dominan untuk hiburan.
Lain halnya terjadi sekarang, jenazah seorang perawat, pejuang covid-19 yang gugur dalam tugas, yang bertaruh nyawa demi keselamatan sesama, jezanahnya bukan disambut melainkan ditolak oleh beberapa orang provakator. Dimana letak hati nurani sebagai manusia? Kejadian ini terjadi di TPU Sirawak, lingkungan sewakul, kelurahan bandarjo, kecamatan unggaran, kabupaten Semarang. Hal ini bisa tidak terjadi apabila media sosial dan beberapa stasiun tv mengambil peran dalam membagikan informasi tentang pemakaman pasien covid-19 kepada Masyarakat. Pemerintah bisa menggunakan media sosial sebagai tempat untuk membuat pesan bahwasannya pemakaman covid-19 ini Aman, agar tidak ada lagi terjadi penolakan disetiap daerah. Kemudian pemerintah harus juga mengubah pola pikir masyarakat beserta lingkungan sekitarnya dengan cara harus memperbanyak memberi dukungan sosial. Sebuah informasi itu akan menjadi lebih efektif apabila diberikan secara merata kebeberapa masyarakat agar masyarakat paham terkhusus masyarakat desa.
Mungkin penolakan jenazah yang terekspos di media itu hanya beberapa saja, kita tidak mengetahui ada berapa banyak lagi kasus yang terjadi di beberapa daerah yang tidak tereskpos media. Banyak pihak yang pasti sangat menyayangkan kejadian seperti ini terjadi. Dengan adanya hal ini mari sama-sama kita timbulkan kembali hati nurani dan rasa kemanusiaan kita yang mati dikarenakan kurangnya informasi yang mumpuni. Mari stop stigma negative terhadap pasien atau jenazah covid-19.
* Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Email: khairulakmal683@gmail.com.