SinarPost.com, Banda Aceh – Kasus dugaan pemukulan Azhari Cage yang terjadi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) saat aksi demontrasi mahasiswa yang berujung kericuhan pada 15 Agustus 2019 lalu mulai disidangkan.
Saat itu, Azhari Cage yang masih menjabat sebagai Anggota sekaligus Ketua Komisi I DPRA, bersama sejumlah mahasiswa peserta aksi diduga mengalami kekerasan fisik atau pemukulan oleh beberapa oknum petugas keamanan.
Pada Jumat (24/1/2020) dini hari tadi, Azhari Cage datang ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh untk menghadiri persidangan. Juru Bicara (Jubir) Komite Peralihan Aceh (KPA) ini datang sebagai saksi korban dalam perkara pemukulan dimaksud.
Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Tunggal Nani Sukmawati, SH. Pelaku Pemukulan Azhari Cage atau terdakwa yang disidangkan hanya 1 orang atas nama Didi. Ia didakwakan dengan Pasal 351 Jo Pasal 352 ayat (1) KUHP Tentang Penganiayaan Ringan.
Dalam sidang tersebut juga diperiksa 10 orang saksi, dimana 6 diantaranya adalah anggota kepolisian yang ada dilokasi saat kejadian pemukulan, 2 orang dari pegawai Sekretariat DPRA, serta 2 orang dari masyarakat yngg melihat peristiwa penganiayaan tersebut.
Sidang penganiayaan yang menimpa mantan Ketua Komisi I DPR Aceh tersebut menetapkan putusan, bahwa terdakwa bersalah dan menjatuhkan putusan 4 bulan masa percobaan.
Sesalkan Terdakwa 1 Orang
Dalam kesempatan tersebut, Azhari Cage mengapresiasi putusan hukum pengadilan, namun ia sangat menyesalkan polisi yang diajukan dan dihukum hanya 1 orang. Padahal, menurutnya, jelas yang terjadi saat itu adalah pengeroyokan.
“Yang kita laporkan adalah Didi Cs, tapi kenapa hanya satu orang yang diajukan ke sidang? Hal ini pernah saya tanyakan kepada penyidik tapi jawaban penyidik nanti akan berkembang dalam sidang, dan anehnya hanya tersangka hanya didakwa penganiaan ringan padahal jelas-jelas saya dikoroyok,” sesalnya.
“Kalau kejadiannya atas masyarakat biasa sekali tonjok aja sudah ada denda hukuman yang jelas. Beginilah kalau yang kita hadapi adalah institusi hukum, padahal saya pada waktu dikeroyok itu sebagai anggota DPR Aceh yang mempunyai hak imunitas dan dilindungi secara undang-undang,” pungkasnya.