SinarPost.com, Banda Aceh – Pasangan suami istri (Pasutri) berinisial SW (28) dan AN (30) harus mendekam dibalik jeruji besi setelah ketahuan mengedarkan barang haram jenis sabu-sabu. Pasutri ini ditangkap di kediamannya, Desa Punie Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Kamis (7/11/2019).
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Trisno melalui Kasat Resnarkoba AKP Boby Putra Ramadan Sebayang, SIK mengatakan, kedua tersangka tersebut diamankan dirumahnya. Mereka bergelut dengan baram haram itu dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
“Begitu kami dapatkan informasi dari warga, tim langsung melakukan penyelidikan ke lokasi, alhamdulillah benar yang dilaporkan oleh warga,” ujar Boby.
Dari hasil penggeledahan di TKP, katanya, petugas mendapatkan bungkusan plastik yang didalamnya berisikan sabu, timbangan digital, potongan pipet , beberapa lembar plastik diduga untuk mengisi sabu yang akan diedarkan.
“Kemudian, petugas juga menyita beberapa Handphone, sepeda motor Honda Beat yang diperkirakan sebagai alat bantu dalam kasus ini,” jelas Boby.
Dari hasil penyelidikan, tersangka mengakui bahwa narkotika jenis sabu tersebut adalah milik SW yang diperoleh dari RE di Sigli. Tersangka mengambilnya sebanyak dua kali, yang pertama hari Sabtu (2/11/2019) dengan berat 5 gram seharga Rp3,3 juta, dan hari Rabu (6/11/2019) seberat 10 gram dengan harga Rp6,6 juta.
RE sendiri kini telah ditetapkan sebagai DPO. RE bersama SW membeli barang jenis sabu itu ke Sigli, sementara AN tidak ikut serta.
“Untuk keterlibatan isteri SW yang bernama AN adalah barang bukti yang diperoleh SW yang pertama, dititipkan ke AN sebanyak tiga bungkus kecil, dan barang bukti tersebut dijual oleh AN sebanyak dua bungkus, sementara itu barang bukti pembelian pertama masih tersisa satu bungkus lagi,” pungkas AKP Boby.
Pasutri dan semua barang bukti yang ditemukan kini telah dibawa ke Polresta Banda Aceh untuk dilakukan penyidikan dan pemeriksaan lebih lanjut.
Tersangka diterapkan dengan Pasal 112 ayat 1 subs dari Undang – Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan dijerat ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.