SINARPOST.COM, BANDA ACEH – DPD KNPI Aceh mendukung dan mendorong Pemerintah Aceh untuk mengambil alih pengelolaan minyak dan gas bumi di Blok B Aceh Utara. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua KNPI Aceh, Wahyu Saputra, Selasa (15/10/2019).
“Hasil kajian KNPI, tata kelola migas Aceh telah sesuai amanat Pasal 160 UU Nomor 11 Tahun 2006 serta turunannya yaitu PP Migas Nomor 23 Tahun 2015,” ujar Wahyu Saputra dalam keterangan tertulis yang dikirim ke SinarPost.com.
Terkait dengan PHE yang sudah habis masa kontrak per 3 Oktober 2019 lalu, KNPI meminta Pemerintah Aceh melalui BUMD untuk mengambil alih pengelolaan Blok B Aceh Utara. Langkah tersebut sesuai dengan amanat Pasal 39 PP 23 Tahun 2015 dimana disebutkan; Wilayah Kerja yang telah habis masa kontrak ditawarkan terlebih dahulu ke BUMD sebelum dinyatakan menjadi Wilayah Terbuka untuk dilelang.
“Artinya, Pemerintah Aceh harus mengambil sikap untuk mengelola sendiri blok migas tersebut agar dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menggenjot pendapatan Aceh pasca berakhirnya Dana Otsus tahun 2027 mendatang,” ungkap Wahyu.
KNPI melihat di Provinsi Riau saja, ada BUMD milik Pemkab Siak yaitu PT Bumi Siak Pusako malah diberi kepercayaan oleh pemerintah pusat untuk mengelola 100 persen ladang minyak Blok Coastal Plains & Pekanbaru (Blok CPP) mulai tahun 2022 (masa waktu 20 tahun).
“Riau saja tanpa UU Otsus & PP Migas bisa mengelola sendiri ladang migas, maka Aceh dengan kewenangan lebih dibanding provinsi lain justru juga harus dapat mengelola sendiri blok migas melalui BUMD. Apakah itu PT PEMA atau BUMD milik Pemkab/Pemkot nantinya,” tutur ketua KNPI Aceh itu.
KNPI menilai pengelolaan Blok B Aceh Utara yang dikelola oleh PHE hingga berakhir masa kontrak sama sekali tidak memberikan manfaat secara sosial dan ekonomi terutama bagi masyarakat di sekitar Blok migas tersebut.
Sebelumnya, pengurus DPD KNPI Aceh (Jum’at, 11/10) juga sudah berdiskusi dgn Para Pimpinan BPMA yg diterima langsung oleh Plt. Kepala BPMA, Deputi & Para Kepala Divisi di Lembaga yg mengurusi Migas Aceh tersebut di kantor BPMA.
Dalam pertemuan tersebut, KNPI Aceh membahas beberapa hal terkait peran BPMA dalam tata kelola migas Aceh & menanyakan kontribusi migas Aceh bagi kesejahteraan masyarakat Aceh sampai saat ini. Dari paparan BPMA, KNPI mencatat bahwa sampai saat ini ada 12 Wilayah Kerja (WK) Migas di Aceh yg melibatkan berbagai perusahaan.
KNPI kemudian menanyakan ke BPMA mengenai mekanisme pembagian hasil migas antara Aceh & Jakarta seperti yg tertuang dalam PP 23 th 2015. Terkait skema bagi hasil migas, KNPI juga meminta Pemerintah Aceh untuk tetap mempertahankan skema cost recovery dengan pembagian 70:30 (negara 70 persen termasuk di dalamnya Aceh mendapat 70 persen dan kontraktor 30 persen) serta memperjelas Participating Interest Pemerintah Aceh dengan seluruh perusahaan migas di Aceh.
KNPI juga mengingatkan BPMA selaku regulator pelaksanaan dan pengendalian migas di Aceh untuk mendata kembali serta memperjelas berapa jumlah sumur minyak yang ada di berbagai Blok migas di seluruh Aceh. Kemudian KNPI juga meminta pengelolaan dana CSR semua perusahaan migas yang beroperasi di Aceh harus transparan disampaikan ke publik dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, termasuk elemen pemuda di Wilayah Kerja migas.
“Kita juga meminta kepada seluruh perusahaan migas di Aceh untuk memberikan pendidikan untuk putra/i Aceh di bidang migas serta memprioritaskan lapangan kerja bagi pemuda/i lokal. Jangan sampai hasil SDA di perut bumi Aceh terus dikuras tapi masyarakat Aceh tidak menikmati hasil alam tersebut,” pungkas Wahyu Saputra.