Oleh : Muzakir*
Kurun waktu 1970-2004, Aceh dikenal sebagai provinsi yang kaya dan menjadi salah satu daereh penyumbang APBN terbesar bagi Republik Indonesia. Hal ini tidak terlepas dengan hadirnya sejumlah perusahaan besar seperti PT Arun NGL Co., PT Asean Aceh Fertilizer (AAF), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Kertas Kraft Aceh (KKA), ExxonMobil, dan lain sebagainya. Kurun waktu tersebut, Aceh adalah ‘Petro Dollar’ nya Indonesia.
Meski Aceh adalah daerah yang kaya raya namun kesejahteraan tidak terlalu berpihak kepada rakyat Aceh, lantaran Pemerintah Aceh tidak dilibatkan terlalu jauh terhadap pengelolaan minyak dan gas (migas), hal ini pula yang mengakibatkan munculnya perlawanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Perlawanan GAM yang semakin membara terjadi kurun waktu 2000-2004, dalam masa ini lah Aceh mencekam hingga diberlakukannya Operasi Militer pada 19 Mei 2003.
Konflik yang berkepanjangan tersebut ditambah musibah maha dahsyat gempa dan tsunami 2004 yang membuat perekonomian Aceh tidak berjalan sehingga menjadi daerah termiskin meski menyandang sebagai daerah yang kaya. Setelah tercapainya perdamaian antara GAM dan Republik Indonesia pada 15 Agustus 2005 atau dikenal dengan MoU Helsinki, serta pasca rekonstruksi gempa dan tsunami, Aceh lewat dukungan dana otonomi khusus (Otsus) sejak tahun 2008 kembali menata diri, menekan angka kemiskinan, serta membangun perekonomian yang terpuruk selama bertahun-tahun.
Terkait kemiskinan, Pemerintah Aceh kurun waktu 2008-2019 sejatinya telah bekerja keras dalam menekan angka kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari angka kemiskinan di Aceh pada tahun 2007 yang berada di 26,65 persen, dan per Maret 2019 berada di angka 15,32 persen. Artinya Pemerintah Aceh melalui suntikan Dana Otsus kurun waktu tersebut telah memangkas angka kemiskinan hingga 11,33 persen.
Penguatan BPMA
Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Irwandi Yusuf – Nova Iriansyah telah menyusun dan menetapkan sejumlah program unggulan dalam upaya mengembalikan titah Aceh sebagai daerah yang hebat dan sejahtera. Ada 15 program unggulan yang menjadi prioritas pembangunan Aceh periode 2017-2022 dibawah kepemimpinan Irwandi – Nova, yaitu Aceh Seujahtra (JKA Plus), Aceh SIAT (Sistem Informasi Aceh Terpadu), Aceh Caròng, Aceh Energi, Acèh Troë, Aceh Meugoë dan Meulaôt, Acèh Kaya, Acèh Peumulia, Acèh Damê, Acèh Teuga, Acèh Green, Acèh Seuninya, dan Acèh Seumeugot.
Program-program tersebut menjadi sasaran utama pembangunan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah dalam mewujudkan Aceh Hebat. Program-program itu kini sedang berjalan, meski belum maksimal namun patut didukung dan diapresiasi apalagi sebahagiannya telah berhasil direalisasi, seperti pemenuhan akses layanan kesehatan gratis yang lebih mudah, berkualitas dan terintegrasi bagi seluruh rakyat, pembangunan Rumah Sakit Regional tanpa menggunakan hutang luar negeri (Loan), membangun rumah singgah di RSUZA Banda Aceh, serta berhasil mengembalikan ruh JKA (Jaminan Kesehatan Aceh) yang pernah dirasakan oleh rakyat Aceh.
Kemudian Pemerintahan Irwandi – Nova juga berhasil memperkuat eksistensi Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) sebagai perwujudan amanat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Ada banyak lagi program-program yang telah direalisasikan Irwandi – Nova dalam mewujudkan Aceh Hebat yang patut diapresiasi.
Khusus terkait penguatan BPMA, ini menjadi kabar gembira tersendiri bagi masyarakat Aceh. BPMA yang merupakan representasi Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan migas di Aceh telah menunjukkan kinerja nyata, dimana rencana pengembangan pertama Plan of Development (POD) I Lapangan Gas Peusangan B di lepas pantai Lhokseumawe telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Operasional gas ini akan dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Zaratex N.V. Lapangan gas yang terletak sekitar 7 kilometer (km) lepas Pantai Lhokseumawe ini ditargetkan akan memulai produksi pertamanya pada awal 2023.
Plt Kepala BPMA, Azhari Idris mengatakan persetujuan POD I itu merupakan persetujuan pengembangan lapangan migas pertama setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 23/2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh. Lapangan gas ini akan berproduksi selama 13 tahun dengan kondisi cadangan gas sekarang pada lapangan Peusangan B, dengan produksi tahap awal diperkirakan sebesar 14,5 juta Standar Kaki Kubik per Hari [MMscfd] dan produksi puncak sebesar 19,4 MMscfd. Keuntungan yang akan diterima negara dari Pengembangan Lapangan Peusangan B nantinya sebesar 35,36% atau sekitar US$156,55 juta dengan asumsi harga gas US$6,5/MMbtu (flat) dan asumsi rata-rata harga kondensat senilai US$65/barel.
Keberhasilan mengantongi izin dari Pemerintah Pusat tersebut akan menjadi asa baru bagi Aceh dalam mendongkrak perekonomian dan pembangunan. Keberhasilan BPMA ini tentunya tidak lepas dari dukungan Pemerintah Irwandi – Nova dalam mendongkrak investasi di Aceh. Bila pengembangan lapangan Peusangan B telah resmi beroperasi nantinya tentu akan menjadi angin segar bagi rakyat Aceh, karena lapangan tersebut dapat disinergikan dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe, sehingga multiplier effect yang ditimbulkan dapat dirasakan dampaknya baik dari penyerapan tenaga kerja hingga kesempatan bagi kontraktor swasta untuk berinvestasi di Aceh.
Migas Dan Potensi Aceh Hebat
Perjanjian damai Helsinki antara GAM dan RI telah melahirkan UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), kemudian melahirkan PP No.23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Migas di Aceh, dan terbentuknya Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). BPMA adalah Badan Pemerintah di bawah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan bertanggungjawab kepada Gubernur dan Menteri ESDM yang mempunyai tugas melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu agar pengelolaan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya dipergunakan bagi kemakmuran rakyat.
Saat ini Aceh masih menyimpan sumber kekayaan alam migas yang besar, yang apabila berhasil dikelola dengan baik tentunya akan mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Berdasarkan hasil survey dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Mineral Aceh serta hasil penelitian independen lainnya, Aceh masih menyimpan banyak sumber migas di wilayah Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Singkil dan Simeulue, terutama yang berada hingga 200 mil dari garis pantai (Acehprov.go.id/29 Desember 2014).
Survey tersebut kini mulai terbukti dimana migas di sejumlah wilayah di Aceh mulai digarap. Setidknya saat ini ada 12 wilayah kerja migas di Aceh yang melibatkan berbagai perusahaan. Data ini disampaikan langsung oleh pihak BPMA saat menerima kunjungan pengurus KNPI Aceh pada Jumat, 11 Oktober 2019 lalu. Adapun 12 wilayah kerja migas di Aceh tersebut yaitu Pertamina Hulu Energy (PHE) yang beroperasi sejak tahun 1967 dan telah habis Kontrak KKS nya pada 3 Oktober 2018 lalu. Saat ini PHE sedang proses negosiasi perpanjangan kontrak dengan Pemerintah Aceh dan Kementerian ESDM.
Kemudian Medco E&P Malaka yang beroperasi di Blok A, Aceh Timur dengan masa kontrak 2011 s.d 2031, Triangle Pase Inc (masa kontrak 2012 s.d 2032) yang mengelola Blok Pase, Repsol (Andaman III Talisman) yang mulai beroperasi sejak 2009 mengelola Blok Andaman di lepas pantai Pidie Jaya – Bireuen. Saat ini sedang dilakukan persiapan pengeboran (eksplorasi). Selanjutnya Zaratex N.V (masa kontrak eksplorasi Blok Lhokseumawe sejak 2005 s.d 2015, yang sudah dua kali perpanjangan sejak 2015 dan berakhir 5 Agustus 2018 lalu. Terakhir adalah Renco Elang Energy (mulai kontrak sejak 2009) yang mengelola South Blok A, meliputi Aceh Timur, Tamiang dan Langsa.
Bila sumber kekayaan alam Aceh itu bisa dieksplorasi dan dikelola dengan baik melalui mekanisme keterlibatan langsung Pemerintah Aceh lewat BPMA, tidak diragukan lagi bahwa kemakmuran rakyat serta Aceh Hebat sebagaimana digaungkan Pemerintahan Irwandi Yusuf – Nova Iriansyah akan terwujud kedepannya. Pasalnya, perkembangan dan kegairahan upaya pencarian sumber daya alam migas Aceh saat ini akan mampu mendorong hadirnya perubahan besar bagi usaha pertambangan migas di Aceh, dimana investasi tambang migas akan mampu menarik minat banyak investor untuk berinvestasi pada sektor pertambangan di Aceh. Semoga!
*Penulis Merupakan Wartawan SinarPost.com.