SINARPOST.COM, BANDA ACEH | Ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh, M. Wahyu Zia Ulhaq ikut menanggapi pernyataan Denny Siregar yang mengkritik pedas Pemerintah Aceh terkait wacana pembentukan Qanun Hukum Keluarga yang didalamnya melegalkan poligami.
Wahyu Zia menilai apa yang disampaikan Denny Siregar ada benarnya, sehingga masyarakat Aceh terutama pemangku kebijakan (eksekutif dan legislatif) di samping mengecam juga menjadikan kritikan Denny Siregar sebagai kontemplasi atau renungan.
Seperti diketahui, rakyat Aceh bar-baru ini dibuat kesal oleh Denny Siregar yang melontarkan kata-kata bernada ejekan terhadap Aceh. Denny menyampaikan kata-kata tersebut menanggapi wacana pembentukan Qanun Hukum Keluaga yang sedang digagas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), yang salah satu bab-nya mengatur masalah poligami di Aceh.
Dalam video yang diunggah di media sosial YouTube pada 9 Juli 2019 lalu, Denny Siregar lewat kata-katanya mengkritik pedas rencana Pemerintah Aceh tersebut yang akan melegalkan poligami, karena disaat bersamaan Aceh masih tercatat sebagai Provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sumatera meski telah disubsidi ratusan triliun melalui Dana Otonomi Khusus (Otsus).
Namun dalam pernyataannya itu, Denny Siregar turut mengeluarkan kata-kata yang dinilai sangat tendensius, dimana Aceh disebutnya sangat lihai dalam mencari alasan (mengacu pada alasan ‘Qanun Poligami’ untuk menghindari nikah siri), dibuat seakan-akan sudah mendesak dan harus dipayungi peraturan hingga kemudian keluarlah ulama-ulama untuk melegalkannya.
Denny Siregar juga menyindir kalau Aceh terus berputar pada masalah mabuk, judi, dan mesum yang berujung pada hukaman cambuk. Sementara masalah ekonomi, Aceh masih juara bertahan provinsi termiskin se Sumatera. Dan juga menempati posisi ke 6 termiskin se Indonesia.
Pernyataan Danny tersebut menuai kontroversi di kalangan masyarakat Aceh, sehingga ada yang mengecam keras hingga bahkan menyuruh Danny untuk meminta maaf atas pernyataan itu.
“Apa yang disampaikan Denny Siregar itu ada benarnya, meski sangat tidak enak bagi kita rakyat Aceh. Kita boleh saja mengecamnya karena ada beberapa kalimat yang sangat tendensius, namun kita juga harus menjadikan kritikan Denny Siregar itu sebagai kontemplasi, karena apa yang disampaikannya adalah realitas yang tidak bisa kita sembunyikan,” ujar Ketua DEMA Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, Wahyu Zia Ulhak, Rabu (17/7/2019).
Menurut Zia, rakyat Aceh tidak boleh hanya melihat pernyataan Denny Siregar dari sudut pandang ‘kacamata kuda’, karena yang disampaikan Denny juga ada benarnya, yang perlu sama-sama dicarikan solusi untuk Aceh yang lebih baik. “Kita boleh saja mengecam sebagian kalimat yang digunakan Denny Siregar karena bersifat menyudutkan, tapi apa yang yang disampaikannya itu juga fakta,” ungkapnya.
Menurut Zia, Aceh memang punya kekhususan lebih dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Aceh bisa menentukan kebijakannya sendiri sesuai dengan syariat Islam, termasuk upaya melegalkan poligami yang sedang digodok DPRA. Tapi kebijakan ini tentu di luar akal sehat karena masih banyak persoalan lain yang lebih urgent yang mestinya dipikirkan oleh DPRA dan Pemerintah Aceh.
“Saat ini Aceh masih menempati peringkat pertama provinsi termiskin di Sumatra, padahal Aceh telah menerima Otsus puluhan triliunan. Kemudian tingkat pertumbuhan ekonomi masih rendah, kesejahteraan masyarakat masih rendah, angka pengangguran masih sangat tinggi, korupsi masih meraja lela, dan masih banyak persoalan lain yang harus kita benahi terutama oleh Pemerintah Aceh selaku pemangku kebijakan. Bila kita tidak ingin dikritik, tuntaskan itu semua,” tegas Wahyu Zia.
Terkait kritikan yang disampaikan oleh Danny Siregar, Wahyu Zia mengemukakan agar rakyat Aceh tidak alergi dengan kritikan tersebut, sebab kritikan yang dilontarkan Danny ada benarnya dan menjadi tantangan bagi kita rakyat Aceh untuk membenahnya.
“Rakyat Aceh jangan latah, jangan alergi dengan kritikan. Kritik yang disampaikan Danny itu ada benarnya, dan kita bisa mengintrospeksi diri dari kritikan tersebut. Jika kita anti kritik bagaimana bisa kita mengintrospeksi, apa kita harus merasa bahwa semua yang akan kita lakukan itu selalu benar,” imbuhnya.
Meski demikian, Wahyu mengaku tidak sepenuhnya sepakat atas pernyataan Danny Siregar dalam videonya yang viral itu Denny Siregar karena terdapat beberapa kalimat yang sangat tendensius, yang menyudutkan Aceh dan ulama.
“Memang tidak sepenuhnya saya sepakat dengan pernyataan Danny, karena ada sisi seolah-olah Aceh menjadi contoh buruk bagi daerah lain. Namun di sisi lain kita bisa mengambil positifnya, tidak semua kritikan berbau negatif. Saya tidak bermaksud untuk menyalahkan pihak manapun, yang terpenting dibalik kritikan Denny itu adalah mari sama-sama kita rakyat Aceh berkontemplasi dan berbenah diri, semoga hadirnya kritikan Danny bisa membawa Aceh lebih baik dan lebih sejahtera seperti slogan yang selalu digaungkan Pemerintah Aceh, Aceh Hebat dan Aceh Bermartabat,” pungkasnya.