SINARPOST.COM | Turki merupakan salah satu negara muslim yang memiliki perangkat militer terbaik, disamping Pakistan dan Republik Islam Iran. Dalam daftar peringkat global, Turki menempati peringkat 9 sebagai negara dengan kekuatan militer terkuat di dunia. Turki secara ekonomi juga dapat dikatakan sebagai salah satu yang terbaik di antara negara-neagara Islam.
Sebagai bangsa yang besar, Turki tentu tidak ingin dapat didikte begitu saja oleh negara manapun di dunia, termasuk Amerika Serika (AS) yang merupakan pimpinan aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Turki sendiri bergabung dalam aliansi tersebut karena wilayah negaranya yang membentang di Benua Asia dan Eropa.
Dalam upaya meningkatkan kekuatan militernya, Turki tentu punya pilihan sendiri untuk mendapatkan peralatan cangging, termasuk dari Rusia yang oleh NATO dianggap sebagai musuh dan ancaman terbesar. Karena posisinya yang berada dalam aliansi NATO, Turki tentu tidak akan mudah mendapat peralatan canggih dari Rusia, padahal negara yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan itu sangat berhasrat untuk membeli sistem pertahanan udara canggih S-400 guna melindungi wilayah udaranya dari ancaman musuh.
Turki harus menempuh jalan berliku nan panjang untuk mendatangkan rudal udara super canggih tersebut, pasalnya tekanan dan ancaman sanksi dari Amerika Serikat terus membayangi Turki saat pengiriman rudal tersebut sudah di gerbang pintu. Namun Turki tidak seperti kebanyakan negara lainnya yang dapat dengan mudah takluk dengan ancaman sanksi Amerika.
Presiden Turki Tayyip Erdogan tetap bersikeras untuk mendatangkan rudal canggih dari negara Vladimir Putin itu, meski ancaman sanksi sudah didepan lehernya. Erdogan sesumbar mampu mengatasi ancaman AS sehingga negara pimpinan NATO tersebut tidak akan menjatuhkan sanksi terhadap negaranya terkait pembelia rudal canggih S-400 Rusia.
Keputusan Turki untuk mendapat rudal canggih Rusia tersebut tergolong nekat, pasalnya Turki berada dalam aliansi NATO, sementara Rusia ditempatkan sebagai musuh utamanya. NATO menganggap rudal S-400 tidak kompetibel dan bersinggungan dengan peralatan tempur aliansi itu. Persenjataan anggota NATO biasanya dipasok oleh Amerika dan beberapa negara besar Eropa seperti Inggris, Prancis dan Jerman.
Karena pengiriman rudal S-400 sudah tercapai kata sepakat antara Turki dan Rusia, dalam beberapa bulan terakhir, Amerika terus mengumbar ancaman sanksi kepada Turki atas kebijakannyaitu, bahkan baru-baru ini Amerika telah menghentikan kerjasama pembelian jet canggih F-35 ke Turki.
AS selalu mengatakan bahwa rudal S-400 tidak cocok dengan peralatan tempur negaranya dan NATO sehingga dapat mengancam operasi jet tempur siluman F-35, buatan Lockheed Martin. AS pun turut mengultimatum Turki untuk memilih rudal S-400 atau pesawat tempur canggih F-35. Dengan kata lain Amerika tidak membenarkan Turki untuk mendapatkan dua-duanya. Turki sendiri telah menandatangani kontrak pembelian 100 jet tempur F-35 senilai 9 miliar dolar AS atau sekitar Rp128 triliun rupiah dengan Amerika.
Meski deretan sanksi mengancam negaranya, Presiden Turki Tayyip Erdogan dalam sebuah jumpa pers pasca bertemu Presiden Amerika Donal Trump di sela-sela Konferensi Tinggi Tinggi (KTT) G-20 di Jepang, Sabtu (29/6/2019) mengatakan bahwa Amerika tidak akan memberlakukan sanksi terhadap negaranya meski tetap mendatangkan rudal S-400 Rusia.
Erdogan menegaskan bahwa Amerika tidak akan memberlakukan sanksi terhadap Turki yang merupakan mitra strategis di aliansi NATO. Erdogan memperkirakan pengiriman jet-jet tempur siluman F-35 dari AS tetap akan terealisasi kendati kedua negara itu berbeda pendapat mengenai perjanjian rudal S-400. Sementara sistem pertahanan udara canggih Rusia itu akan dikirim pada pertengahan Juli mendatang.